ESTELLEX – Aljazair-lah yang meminta digelarnya pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada Selasa (28/5) waktu setempat, setelah serangan Israel menewaskan puluhan orang di Rafah pada Minggu (26/5) waktu setempat.
Bendjama tidak menjelaskan lebih lanjut soal kapan draf resolusi yang diajukan Aljazair akan divoting untuk bisa diadopsi secara resmi oleh Dewan Keamanan PBB.
“Kami berharap hal ini bisa dilakukan secepat mungkin karena kehidupan berada dalam keseimbangan,” ujar Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, menyampaikan harapannya untuk digelar voting pada pekan ini.
BACA JUGA : AS Bakal Izinkan Penjualan Senjata Serbu ke Saudi
“Sudah saatnya dewan ini mengambil tindakan. Ini adalah masalah hidup dan mati. Ini adalah masalah darurat,” ucap Duta Besar Prancis untuk PBB, Nicolas de Riviere, sebelum rapat Dewan Keamanan PBB digelar.
Dewan Keamanan PBB telah berjuang menyatukan suara sejak perang berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.
Setelah meloloskan dua resolusi yang berpusat pada perlunya bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza, Dewan Keamanan PBB pada Maret lalu akhirnya menyepakati resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera — seruan yang beberapa kali diblokir AS dengan hak vetonya.
Washington yang semakin frustrasi dengan cara Tel Aviv mengobarkan perangnya di Jalur Gaza dan semakin bertambahnya jumlah korban sipil, akhirnya menyetujui resolusi Dewan Keamanan PBB dengan memberikan suara abstain.
BACA JUGA : Jet Tempur Generasi 5 Buatan Turki Terbang Perdana, Punya Kemampuan Siluman
Namun untuk serangan terbaru di Rafah, Gedung Putih mengatakan pada Selasa (28/5) waktu setempat bahwa serangan Israel di kota tersebut bukanlah operasi skala penuh yang melanggar “garis merah” yang ditetapkan Presiden Joe Biden. AS menegaskan tidak ada rencana untuk mengubah kebijakan terhadap Tel Aviv.
Saat ditanya soal draf resolusi terbaru yang diajukan Aljazair, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan: “Kami menunggu untuk melihatnya dan kemudian kami akan bereaksi”.