Estellex – Miliarder Vietnam, Truong My Lan, menjalani sidang paling menghebohkan yang pernah diadakan di Vietnam dalam salah satu kasus penipuan bank terbesar dalam sejarah dunia.
Di balik serambi kuning gedung pengadilan era kolonial yang megah di Ho Chi Minh City, Vietnam, seorang pengembang properti berusia 67 tahun dijatuhi hukuman mati pada hari Kamis (11/04) karena ‘menjarah’ salah satu bank terbesar di negara tersebut selama 11 tahun.
Ini adalah putusan yang jarang terjadi – dia adalah satu dari sedikit perempuan di Vietnam yang dijatuhi hukuman mati karena kejahatan kerah putih.
Baca Juga : Alumni Beasiswa RI Ikut Salat Idulfitri 2024 di KBRI Addis Ababa
Truong My Lan dituduh mengambil pinjaman sebesar US$44 miliar (sekitar Rp702,6 triliun) dari Saigon Commercial Bank.
Putusan tersebut mengharuskannya mengembalikan US$27 miliar (sekitar Rp432 triliun), jumlah yang menurut jaksa penuntut mungkin tidak akan pernah bisa diperoleh kembali.
Beberapa orang meyakini vonis hukuman mati adalah cara pengadilan untuk mendorongnya mengembalikan sebagian dari miliaran uang yang hilang.
Pihak aparat negara komunis itu, yang biasanya bersikap tertutup dalam menangani kasus, kali ini justru menjabarkan secara rinci perihal kasus tersebut kepada media.
Mereka mengatakan telah memanggil 2.700 orang sebagai saksi. Terdapat 10 jaksa penuntut negara dan sekitar 200 pengacara yang terlibat.
Barang buktinya tersimpan dalam 104 kotak dengan berat total enam ton. Selain Truong My Lan, ada pula 85 orang terdakwa yang juga diadili dan menyangkal tuduhan itu.
“Belum pernah ada sidang terbuka seperti ini, saya pikir, di era komunis,” kata David Brown, seorang mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS dengan pengalaman panjang di Vietnam.
“Tentu saja tidak sampai pada skala [sebesar] ini.”
Sidang ini adalah babak paling dramatis sejauh ini dalam kampanye anti-korupsi “Blazing Furnaces (Tungku berapi-api)” yang dipimpin Sekretaris Jenderal Partai Komunis, Nguyen Phu Trong.
Sebagai seorang ideolog konservatif yang mendalami teori Marxis, Nguyen Phu Trong percaya bahwa amarah rakyat atas korupsi liar merupakan ancaman signifikan terhadap monopoli kekuasaan Partai Komunis.
Baca Juga : China Latihan Perang di Laut China Selatan, Saingi Manuver AS Cs
Ia memulai kampanye dengan sungguh-sungguh pada 2016 setelah mengalahkan perdana menteri pro-pengusaha yang menjabat saat itu untuk mempertahankan jabatan teratas di partai.
Selama kampanye itu, dua presiden dan dua wakil perdana menteri dipaksa mengundurkan diri, dan ratusan pejabat didisiplinkan atau dipenjara.
Kini, salah satu perempuan terkaya di negara itu bisa saja bergabung dalam daftar itu.
Siapa Truong My Lan – Dari penjual kosmetik menjadi taipan properti
Truong My Lan berasal dari keluarga keturunan Tionghoa-Vietnam di Ho Chi Minh, yang dulu dikenal sebagai Saigon.
Kota tersebut telah lama menjadi mesin pendorong ekonomi di Vietnam sejak dahulu kala ketika masih menjadi ibu kota anti-komunis Vietnam Selatan.
Truong My Lan awalnya bekerja sebagai penjual kios pasar, menjual kosmetik dengan ibunya, tetapi ia mulai membeli tanah dan properti setelah Partai Komunis mencetus periode reformasi ekonomi, yang dikenal sebagai Doi Moi, pada 1986.
Pada 1990-an, ia sudah membangun portofolio besar yang terdiri dari hotel dan restoran.
Meskipun Vietnam terkenal di luar negeri akan sektor manufakturnya yang bertumbuh cepat, sebagai rantai pasokan alternatif selain China, sebagian besar orang Vietnam yang kaya menghasilkan uang dengan mengembangkan dan berspekulasi dalam bidang properti.
Semua tanah secara resmi milik negara. Untuk mendapatkan akses, seseorang harus bergantung pada hubungan pribadinya dengan pejabat negara. Korupsi meningkat ketika ekonomi tumbuh, hingga menjadi endemik.
Pada 2011, Truong My Lan sudah menjadi seorang tokoh bisnis terkenal di Ho Chi Minh City, dan ia diizinkan untuk mengatur penggabungan tiga bank kecil yang kekurangan dana menjadi satu entitas yang lebih besar, yakni Saigon Commercial Bank.
Hukum Vietnam melarang setiap individu memegang lebih dari 5% saham di bank mana pun.
Namun, jaksa mengatakan bahwa melalui ratusan perusahaan cangkang dan orang-orang yang bertindak sebagai perpanjangan tangannya, Truong My Lan sebenarnya memiliki lebih dari 90% saham Saigon Commercial Bank.
Modus penipuan yang digunakan Truong My Lan
Jaksa menuduh Truong My Lan menggunakan kekuatannya untuk mengangkat orang-orangnya sendiri sebagai manajer, dan kemudian memerintahkan mereka untuk menyetujui ratusan pinjaman ke jaringan perusahaan cangkang yang ia kendalikan.
Jumlah pinjaman yang diambil sangat mengejutkan, yaitu sampai 93% dari semua pinjaman bank.
Menurut jaksa, selama periode tiga tahun sejak Februari 2019, ia memerintahkan sopirnya untuk menarik 108 triliun dong Vietnam, atau setara Rp63,8 triliun uang tunai dari bank dan menyimpannya di ruang bawah tanah miliknya.
Uang tunai sebanyak itu, bahkan jika berupa uang kertas dalam denominasi terbesar di Vietnam, beratnya mencapai dua ton.
Ia juga dituduh memberikan suap dalam jumlah besar untuk memastikan pinjamannya tidak pernah ditelusuri.
Salah satu dari mereka yang didakwa bersamanya adalah mantan kepala inspektur di bank sentral, yang menghadapi hukuman seumur hidup karena menerima suap sebesar $5 juta (Rp79,7 miliar).
Baca Juga : Bos NATO: Jet Tempur F-16 Bukan Peluru Perak untuk Ukraina Melawan Rusia
Mengapa praktik penipuan ini bisa berjalan lebih dari satu dekade di Vietnam?
Banyaknya pemberitaan resmi tentang kasus ini telah memicu gelombang kemarahan publik atas dugaan korupsi Truong My Lan, yang tampil lesu dan tidak banyak dandan di pengadilan.
Penampilannya sangat kontras jika dibandingkan dengan foto-foto publisitas penuh glamor yang pernah dilihat orang tentang dirinya di masa lalu.
Namun, banyak pula yang bertanya-tanya bagaimana ia bisa melakukan dugaan penipuan itu sampai begitu lama.
“Saya bingung,” kata Le Hong Hiep yang menjalankan program studi Vietnam di ISEAS – Yusof Ishak Institute di Singapura.
“Karena itu bukan rahasia. Sudah diketahui di industri itu bahwa Truong My Lan dan kelompok Van Thinh Phat menggunakan SCB [Saigon Commercial Bank] sebagai celengan pribadi mereka untuk mendanai akuisisi massal real estat di lokasi paling utama.
David Brown percaya Truong My Lan dilindungi oleh tokoh-tokoh kuat yang telah mendominasi ranah bisnis dan politik di Ho Chi Minh selama beberapa dekade.
Ia juga melihat faktor yang lebih besar dari cara persidangan ini berjalan, yakni sebagai upaya untuk menegaskan kembali otoritas Partai Komunis atas budaya bisnis yang berjalan bebas di selatan.
“Apa yang sedang dilakukan oleh Nguyen Phu Trong dan sekutunya di partai adalah berusaha mendapatkan kembali kendali atas Saigon, atau setidaknya menghentikannya agar tidak lolos.
“Sampai dengan 2016, partai di Hanoi cukup banyak membiarkan mafia Tionghoa-Vietnam menguasai tempat itu.
“Mereka akan menyuarakan permasalahan yang tepat seperti selayaknya para pemimpin komunis lokal. Namun pada saat yang sama mereka juga ikut memeras kota agar bisa mendapatkan potongan besar uang yang dihasilkan di sana.”
Apakah Partai Komunis Vietnam mampu memerangi korupsi yang dilakukan pengusaha-pengusaha?
Pada usianya yang 79 tahun, kondisi kesehatan ketua partai Nguyen Phu Trong sudah goyah. Ia hampir dapat dipastikan akan pensiun pada Kongres Partai Komunis berikutnya pada 2026, ketika para pemimpin baru akan dipilih.
Ia telah menjadi salah satu sekretaris jenderal yang paling lama menjabat dan paling berdampak, karena mampu memulihkan otoritas sayap konservatif partai ke tingkat yang belum pernah digapai lagi sejak era reformasi 1980-an.
Ia jelas tidak ingin mengambil risiko dengan mengizinkan keterbukaan yang cukup untuk melemahkan cengkeraman partai pada kekuasaan politik.
Tetapi ia terjebak dalam kontradiksi. Di bawah kepemimpinannya, partai telah menetapkan tujuan ambisius untuk mencapai status negara kaya pada 2045, dengan teknologi dan ekonomi berbasis pengetahuan.
Inilah yang mendorong kemitraan Vietnam menjadi semakin erat dengan Amerika Serikat.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat di Vietnam hampir dipastikan dapat membuka celah lebih besar untuk banyak kasus korupsi.
Jika terlalu ganas memerangi korupsi, ada risiko pemerintah ikut memadamkan banyak kegiatan ekonomi. Bahkan, sekarang sudah ada keluhan bahwa birokrasi melambat, karena para pejabat menghindari keputusan yang mungkin melibatkan mereka dalam kasus korupsi.
“Itulah paradoksnya,” kata Le Hong Hiep. “Model pertumbuhan mereka sudah terlalu lama bergantung pada praktik korupsi. Korupsi telah menjadi minyak yang membuat mesin [politik] bekerja.
“Jika mereka menghilangkan minyak, mungkin hal-hal itu tidak berfungsi lagi.”